Sabtu, 25 Februari 2012

Diakah Teman Sejati Anda?


N
aluri berteman memang dimiliki oleh semua orang dan juga merupakan salah satu hak asasi manusia. Namun, sebuah pertemanan dan pergaulan sosial tidaklah dapat dipaksakan, seseorang berhak terhadap privasi dan pilihannya untuk bergaul dengan siapapun. Hal inilah yang menuntut sedikit kearifan kita untuk bersikap bijak. Dari pemikiran dan pemahaman tersebut, lahirlah sebuah prinsip hidup “Interaksi sosial antar individu mutlak dibutuhkan, tetapi setiap individu hendaknya dapat hidup secara mandiri tanpa berharap bantuan dari individu lainnya, setiap individu berkewajiban membantu individu atau kelompok lain sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, tetapi ia sendiri hendaknya mampu hidup mandiri dan tidak berharap untuk dibantu individu ataupun kelompok lainnya.” Kalimat prinsip hidup ini sejalan dengan kalimat yang disampaikan oleh  His Holiness Dalai Lama “Bila Anda menolong orang lain, dengan motivasi dan kepedulian yang tulus, maka akan membawa Anda lebih beruntung, banyak sahabat, banyak senyuman dan lebih sukses. Jikalau Anda melupakan hak orang lain serta melalaikan kesejahteraan mereka, maka akhirnya Anda akan kesepian.”
Ketulusan dalam hal membantu orang ataupun makhluk lain, amatlah menentukan kebahagiaan dan juga kemajuan batin seseorang yang membantu. Bila seseorang membantu dengan motivasi bantuan ini saya lakukan demi menolong dia yang membutuhan serta untuk menunjang kedewasaan batin saya sendiri (untuk mengurangi egoitas diri) tanpa mengharapkan balas jasa dalam bentuk apapun dari dia yang menerima pertolongan saya, maka keuntungan pertama yang diperoleh oleh ia, si pemberi dana adalah rasa plong kelegaan batin setelah melakukan pertolongan, tanpa disertai pertanyaan apakah ia yang menerima bantuan dari saya akan mengingat jasa kebajikan yang saya perbuat terhadapnya. Atau, akankah kebajikan yang telah saya perbuat ini mampu menghasilkan akibat positif saat saya membutuhkannya. Ini tentu saja mencegah timbulnya perasaan gelisah setelah berbuat hal yang baik. Mengingat tak semua penerima bantuan mau dan mampu untuk mengingat dan membalas budi baik orang lain.
Banyak aspek yang harus kita perhatikan dalam interaksi sosial kita dengan orang lain.  Mulai dari aspek kemurahan hati, pelaksanaan moralitas dan etika sosial, hingga kebijaksanaan dalam interaksi sosial kemasyarakatan. Satu hal yang perlu ditekankan dalam pembahasan ini adalahkendalikanlah ego dalam diri kita masing-masing, tidaklah mungkin kita dapat “menguasai serta memiliki” manusia lain seutuhnya. Janganlah bermimpi untuk memerintahkan orang lain sesuai dengan keinginan kita atau “semau gue” karena itu tak akan mungkin terjadi. Mereka menuruti kita hanya karena rasa takut, enggan membantah, karena mungkin kita memiliki “power” dilingkungan itu atau mungkin mereka tak enak hati untuk membantah kita karena kita telah menggaji mereka ataupun membantu kehidupan mereka. Ini tidaklah kekal! Mereka dapat berubah ketika faktor – faktor yang mereka segani hilang dari diri kita. Jadi satu hal yang harus dicamkan dalam diri kita masing-masing.
Don’t use power to manage social live. Use your wisdom to manage it.
Berkenaan dengan hal tersebut, dalam hal pergaulan dan interaksi sosial, ada beberapa poin penting, yang memelihara hubungan sosial itu menjadi baik dan awet. Haruslah kita pahami, bahwa motivasi kita sebagai individu dalam menjalin hubungan dengan individu ataupun kelompok lainnya adalah untuk mendapatkan manfaat. Jadi jelaslah, bahwa tak ada individu yang sudi dan bersedia membina hubungan atau melaksanakan tugas dan tanggung jawab tertentu dari kita, jikalau tak ada manfaat dan keuntungan tertentu yang ia dapatkan dari membina hubungan ataupun melaksanakan tugas tersebut. Tentu perinsip ini berlaku pada tatanan masyarakat umum dan tidak berlaku bagi para ariya puggala (makhluk suci) yang telah membasmi nafsu keinginan dan kekotoran batin mereka. Biasakanlah untuk memandang dari sudut pandang kedua belah pihak, pihak kita dan individu atau kelompok lain yang membina hubungan maupun menjalankan peran, fungsi, dan tugas yang kita berikan, selain  bermanfaat bagi saya, apakah hubungan atau peran ini bermanfaat untuk ia? Apa manfaat yang ia peroleh? Apakah besar manfaat yang ia peroleh sama dengan manfaat yang saya dapatkan darinya? Apakah ia mungkin merasa dirugikan?
Faktor resiko saat berkenalan dan bergaul juga sangat diperhitungkan, secara umum setiap individu, tak mau mengambil resiko terlalu tinggi saat pertama kali berkenalan dan baru berteman. Biasanya ini diwujudkan dalam bentuk menutup hal-hal yang bersifat pribadi dari dirinya. Hal ini sangatlah dapat dimaklumi dan dapat dimengerti, mengingat banyaknya aksi kejahatan yang justru dilakukan oleh orang yang dikenal. Oleh karenanya, marilah kita hargai privasi orang lain dengan menghindari  pertanyaan yang bersifat pribadi. Itu menurut pendapat saya sebagai penulis.
            Perkembangan batin manusia yang dinamis juga menepis harapan kita untuk memperoleh teman serta sahabat yang “abadi.” Tak satu orangpun yang memiliki batin statis, perasaan, presepsi, pikiran dan kesadaran seseorang selalu berubah dari waktu ke waktu dan senantiasa dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat di mana ia bergaul.Memang benar, kita haruslah membangun hubungan dengan orang-orang yang berkualitas, agar kehidupan kitapun dapat memiliki kualitas yang baik, namun hal ini tak dapat dijadikan sebagai jaminan yang “mutlak.” Mereka bisa saja pergi meninggalkan kita suatu saat, atau bahkan di saat kita membutuhkan mereka, karena mungkin pandangan dan pola pikir yang sudah tidak sama, atau sebab lainnya. Bahkan ada yang sampai bermusuhan dan saling menghancurkan. Tentu, tak semua teman serta sahabat bersikap demikian. Tetapi dalam konteks bisnis dan kepegawaian, hal ini amatlah lumrah, karena sudah sedemikian seringnya terjadi. Tentu, sahabat yang mulia akan mengarahkan batinnya ke arah yang lebih baik dan luhur, namun perlu diketahui, bahwa mengarahkan batin ke arah yang luhur, lebih sulit dibandingkan dengan mengarahkan batin pada hal-hal rendah, karena manusia memang memiliki nafsu keinginan yang cenderung mengarahkannya ke arah yang rendah, buruk dan jahat, laksana gravitasi bumi yang senantiasa menarik objek yang berdiam di atasnya. . Selayaknya kita sebagai manusia, berusaha untuk melatih diri sekaligus berusaha meningkatkan kualitas diri, laksana pesawat terbang yang sedang lepas landas. Berikut sejumlah hal yang patut diingat agar kita tak dikecewakan oleh sebuah hubungan persahabatan:






1.      Janji manis sering berujung pada hal pahit

Semua orang pada dasarnya memang menginginkan hal yang baik pada masa depan mereka. Harapan ini pulalah yang dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk mengumbar janji manis untuk mengelabui dan mempermainkan emosi seseorang, sehingga dapat menuruti kemauannya saat ini. Hati-hati, jangan terkecoh oleh keluguan dan kepolosan seseorang, sehingga kita tertipu oleh iming-iming dan janji palsu yang ia berikan. Memang, terdapat pula orang-orang yang memang berjanji dengan sepenuh hati pada awalnya, tetapi ingat, apa yang ia janjikan, apakah cukup realistis dengan kemampuan dan kemauan yang ia miliki saat ini? Pada dasarnya, janji merupakan hal yang sulit ditepati. Ini berarti, semua orang  secara umum, berpotensi mengingkari sebuah perjanjian. Alasan inilah yang mendasari perlunya pembuatan akta notaris yang berkekuatan hukum untuk sebuah perjanjian, khususnya dalam dunia bisnis.


2.      Uang, tahta dan “cinta” berpotensi membutakan batin semua orang

Bohong jika seorang manusia mengaku tidak membutuhkan uang selama ia hidup di dunia. Hal ini pulalah yang menyebabkan batin seseorang buta karena uang. Jangan salah, orang salehpun berpotensi menjadi “buta” batinnya saat ia berhadapan dengan sejumlah uang dan lengah memperhatikan gerak-gerik batinnya sendiri. Uang memang sangat ampuh untuk menyulut api kekotoran batin (keserakahan) dalam diri seorang manusia, sebab memang banyak aspek dalam kehidupan ini yang sangat membutuhkan uang, tak heran, ada pepatah yang mengatakan “Bisnis dan uang tidak mengenal saudara dan sahabat.” Pepatah ini memang benar dan banyak fakta telah membuktikannya, karenanya, selalu buat dan gunakan perjanjian berlandaskan hukum untuk kegiatan pinjam-meminjam uang, kendaraan, dan harta lainnya yang bernilai cukup mahal. Termasuk pembagian keuntungan dalam sebuah bisnis. Buatlah perjanjian dihadapan notaris PPAT sedetail mungkin agar kita tak menyesal dikemudian hari saat partner kita tak bertindak sebagaimana mestinya.
Setali tiga uang dengan uang dan bisnis,  “cinta” lawan jenis juga merupakan penyulut api keserakahan dalam diri seseorang, yang dapat membawa akibat sama fatalnya jika sudah membutakan batin seorang manusia. Oleh karenanya, membina hubungan dengan pacar maupun berumah tangga juga membutuhkan pengelolaan yang tidak mudah dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati, terlebih jika sudah melibatkan pihak ketiga atau yang secara umum dikenal dengan istilah cinta segi tiga.
Tak jauh berbeda, jabatan dan kekuasaan juga berpotensi menjadi racun bagi batin seorang manusia. Karenanya, sebuah sistem hierarki perlu disusun agar setiap level jabatan dapat diawasi secara terbuka dan dibangun berdasarkan hukum dan peraturan yang memungkinkan level terendahpun dapat melaporkan penyimpangan yang dilakukan oleh oknum di level atasnya. Kekuasaan tertinggi juga tidak boleh dimandatkan pada satu orang, agar tidak terjadi abuse of power. Tidak ada pula sahabat sejati dan sanak saudara pada persaingan memperebutkan kursi jabatan. Anggapan ini bukan mengajarkan kita untuk berprasangka buruk pada seseorang, tetapi menuntut kita untuk senantiasa sadar dan waspada terhadap siapapun.


3.      Yakinlah pada bukti dan fakta, bukan pada manusia semata

Tak kenal, maka tak sayang. Pepatah ini memang benar, tetapi tidak sepenuhnya benar, faktanya, banyak kasus kejahatan yang justru dilakukan oleh orang terdekat, bukan orang asing. Fakta ini membuka mata kita dan mengajak kita untuk lagi-lagi waspada dan menghindari sikap percaya yang membuta. Kepercayaan layak kita berikan pada seseorang di saat, kondisi, dan situasi saat ini berdasar fakta yang kita lihat, kepercayaan itupun sebaiknya tidak kita berikan selamanya pada seseorang, mengingat, sikap dan kondisi batin seseorang dapat berubah secara dinamis. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk mempercayai atau tidak mempercayai seseorang selamanya. Meditasi benar, membantu kita untuk menumbuhkan sikap sadar dan waspada yang dilandasi dengan kebijaksanaan dan pandangan benar.


4.      Orang lain adalah bukan diri kita dan merupakan pribadi yang unik

Setiap pribadi merupakan pribadi yang berbeda dan unik, oleh karenanya, mustahil bagi kita untuk menuntut orang lain memiliki pribadi yang sama seperti yang kita inginkan. Sisi baik dan sisi buruk dalam diri manusia pasti ada, dan ingat, orang lain bukanlah robot yang dapat kita kendalikan secara mutlak. Prinsip ini juga berlaku dalam hubungan antara orang tua dan anak. Kita hanya dapat mengarahkan seseorang untuk mencapai suatu target, mencegah dengan tidak mengkondisikan ia untuk melakukan kejahatan dan hal-hal yang buruk, serta mengoptimalkan potensi dan hal positif yang ia miliki dalam dirinya.

Wacana ini saya buat berdasar pengalaman hidup saya pribadi dan teori dhamma yang saya ketahui, ambilah hal-hal positifnya dan bila ada hal yang tak sesuai dengan dhamma, buang atau abaikan saja. Sayapun membuka kesempatan bagi rekan-rekan semua untuk berkomentar, menyampaikan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kemajuan kita bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar